TANJUNGBALAI PUNYA DUA MALAM PANJANG
Masyarakat Kota Tanjung Balai memiliki kekhasan, malam panjang dua kali seminggu, malam Kamis dan malam Minggu. Pada hari biasa selain Rabu dan Sabtu aktivitas masyarakat mulai sepi selepas magrib. Namun, pada malam panjang tersebut, hingga tengah
malam pun keramaian masih dapat dinikmati. Sepanjang jalan dan pertokoan ada keramaian, apalagi tempat hiburan.
Tidak jelas sejak kapan tradisi malam panjang pada hari Rabu malam ini mulai berlangsung.
Namun, masyarakat setempat meyakini, tradisi itu tidak lepas dari kebiasaan para nelayan yang mendarat setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari itu para nelayan memberikan uang hasil melaut kepada keluarga. Pada malam harinya mereka menikmati hiburan. Maka digelarlah acara menyambut malam panjang di sekitar kampung nelayan. Lama-kelamaan kebiasaan ini menyebar ke daerah sekitarnya, termasuk Kisaran, Kabupaten Asahan. Mirip pasar malam. Tradisi malam panjang yang ada di kota kerang ini dapat mencerminkan betapa besar pengaruh kehidupan nelayan.
Sebagian besar kegiatan ekonomi kota terpusat di Pelabuhan Teluk Nibung dan sepanjang
bantaran Sungai Asahan yang lebarnya ratusan meter. Kegiatan ekspor-impor ha-sil pertanian dan komoditas lain dari Tanjung Balai dan sekitarnya meramaikan Teluk Nibung sebagai pelabuhan perdagangan. Sementara, nelayan-nelayan melakukan bongkar hasil tangkapan di tongkahan-tongkahan swasta di sepanjang bibir Sungai Asahan.
Kegiatan ekonomi yang menonjol adalah perikanan. Uniknya, Tanjung Balai sebagai kota yang tidak punya laut mampu menghasilkan ikan laut puluhan ribu ton tiap tahunnya. Produksi perikanan mencapai 34.215 ton pada tahun 2001. Perikanan, baik darat maupun laut, pada tahun ini menyumbang sebesar Rp 210, 2 milyar (22,4 persen) dari total kegiatan ekonomi kota. Perolehan ini sembilan persen lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 193,4 milyar.
Tanjung Balai diuntungkan dengan adanya Pelabuhan Teluk Nibung. Pelabuhan yang kini masih dikelola pemerintah pusat melalui PT Pelindo itu menjadi satu-satunya harapan kota, yang berjarak 180 kilometer sebelah tenggara Medan, untuk berkembang. Tanpa Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjungbalai bisa "mandul". Kota penghasil ikan teri ini mengharapkan kepedulian pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengoperasikan Pelabuh-an Teluk Nibung.
Pelabuhan ini menjadi alternatif jalur perdagangan bagi daerah di Sumatera Utara yang sulit
menjangkau Pelabuhan Belawan, Medan. Teluk Nibung lebih dekat dengan Malaysia dan
Singapura. Maka tidak heran kalau banyak sayur-mayur dan ikan pilihan yang diekspor melalui pelabuhan ini langsung ke Malaysia dan Singapura. Sementara, di antara barang impor terdapat pakaian bekas dari Singapura. Tidak kurang dari 40.000 bal pakaian bekas tiap bulan membanjiri Tanjung Balai. Teluk Nibung menggeser pelabuhan Belawan yang sebelumnya menjadi pintu masuk pakaian bekas dari negara tetangga sejak tahun 1995.
Selain memberikan berkah bagi Tanjung Balai, pelabuhan terbesar kedua di Sumatera Utara
setelah Belawan ini juga pernah mendatangkan masalah. Tahun 1997, seorang pejabat Bea dan Cukai pernah mengatakan bahwa sejak Orde Lama Tanjung Balai telah menjadi basis
penyelundupan karena posisinya yang strategis, dekat dengan pelabuhan Port Klang, Malaysia.
Tidak lebih dari satu jam untuk mencapai Malaysia dengan menggunakan kapal mesin. Tidak saja hasil pertanian, namun gula, rokok kretek, dan tenaga kerja pun diselundupkan melalui
pelabuhan ini.
Kini Tanjung Balai ingin lepas dari stigma tersebut. Meskipun berat, namun upaya itu mutlak
harus dilakukan, karena jantung perekonomian kota ada di pelabuhan ini. Upaya dimulai dengan membangun koordinasi bersama dalam pengelolaan pelabuhan secara intensif. Semangat ini semakin mengkristal seiring dengan upaya pemerintah kota menjadikan Tanjung Balai sebagai kota jasa.
Hal ini disadari, mengingat sumber daya alam yang ada tidak dapat diandalkan secara terusmenerus.
Kecenderungan pembangunan selama sembilan tahun terakhir (1993-2001)
memperlihatkan pertumbuhan sektor tersier atau ekonomi jasa bertumbuh positif.
Pertumbuhannya meninggalkan sektor primer maupun sekunder yang justru menurun, meskipun tidak begitu signifi-kan. Tahun 1993, jasa menyumbang 41,6 persen terhadap total kegiatan
ekonomi kota. Tahun 2001 sumbangannya sudah menjadi 46,5 persen.
Tanjung Balai sebagai kota jasa mulai dilirik para investor. Di bidang pariwisata, misalnya, hotel berbintang akan segera dibangun di situ. Akomodasi ini diperlukan untuk menarik wisatawan yang akan menikmati keindahan alam di berbagai daerah di Sumatera Utara. Karena Tanjung Balai tidak memiliki obyek wisata yang dapat diandalkan, maka menjadikan Tanjung Balai sebagai tempat transit adalah alternatif pilihan. Untuk itulah pembangunan hotel menjadi penting. (Sumber : Harian Kompas)
malam pun keramaian masih dapat dinikmati. Sepanjang jalan dan pertokoan ada keramaian, apalagi tempat hiburan.
Tidak jelas sejak kapan tradisi malam panjang pada hari Rabu malam ini mulai berlangsung.
Namun, masyarakat setempat meyakini, tradisi itu tidak lepas dari kebiasaan para nelayan yang mendarat setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari itu para nelayan memberikan uang hasil melaut kepada keluarga. Pada malam harinya mereka menikmati hiburan. Maka digelarlah acara menyambut malam panjang di sekitar kampung nelayan. Lama-kelamaan kebiasaan ini menyebar ke daerah sekitarnya, termasuk Kisaran, Kabupaten Asahan. Mirip pasar malam. Tradisi malam panjang yang ada di kota kerang ini dapat mencerminkan betapa besar pengaruh kehidupan nelayan.
Sebagian besar kegiatan ekonomi kota terpusat di Pelabuhan Teluk Nibung dan sepanjang
bantaran Sungai Asahan yang lebarnya ratusan meter. Kegiatan ekspor-impor ha-sil pertanian dan komoditas lain dari Tanjung Balai dan sekitarnya meramaikan Teluk Nibung sebagai pelabuhan perdagangan. Sementara, nelayan-nelayan melakukan bongkar hasil tangkapan di tongkahan-tongkahan swasta di sepanjang bibir Sungai Asahan.
Kegiatan ekonomi yang menonjol adalah perikanan. Uniknya, Tanjung Balai sebagai kota yang tidak punya laut mampu menghasilkan ikan laut puluhan ribu ton tiap tahunnya. Produksi perikanan mencapai 34.215 ton pada tahun 2001. Perikanan, baik darat maupun laut, pada tahun ini menyumbang sebesar Rp 210, 2 milyar (22,4 persen) dari total kegiatan ekonomi kota. Perolehan ini sembilan persen lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 193,4 milyar.
Tanjung Balai diuntungkan dengan adanya Pelabuhan Teluk Nibung. Pelabuhan yang kini masih dikelola pemerintah pusat melalui PT Pelindo itu menjadi satu-satunya harapan kota, yang berjarak 180 kilometer sebelah tenggara Medan, untuk berkembang. Tanpa Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjungbalai bisa "mandul". Kota penghasil ikan teri ini mengharapkan kepedulian pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengoperasikan Pelabuh-an Teluk Nibung.
Pelabuhan ini menjadi alternatif jalur perdagangan bagi daerah di Sumatera Utara yang sulit
menjangkau Pelabuhan Belawan, Medan. Teluk Nibung lebih dekat dengan Malaysia dan
Singapura. Maka tidak heran kalau banyak sayur-mayur dan ikan pilihan yang diekspor melalui pelabuhan ini langsung ke Malaysia dan Singapura. Sementara, di antara barang impor terdapat pakaian bekas dari Singapura. Tidak kurang dari 40.000 bal pakaian bekas tiap bulan membanjiri Tanjung Balai. Teluk Nibung menggeser pelabuhan Belawan yang sebelumnya menjadi pintu masuk pakaian bekas dari negara tetangga sejak tahun 1995.
Selain memberikan berkah bagi Tanjung Balai, pelabuhan terbesar kedua di Sumatera Utara
setelah Belawan ini juga pernah mendatangkan masalah. Tahun 1997, seorang pejabat Bea dan Cukai pernah mengatakan bahwa sejak Orde Lama Tanjung Balai telah menjadi basis
penyelundupan karena posisinya yang strategis, dekat dengan pelabuhan Port Klang, Malaysia.
Tidak lebih dari satu jam untuk mencapai Malaysia dengan menggunakan kapal mesin. Tidak saja hasil pertanian, namun gula, rokok kretek, dan tenaga kerja pun diselundupkan melalui
pelabuhan ini.
Kini Tanjung Balai ingin lepas dari stigma tersebut. Meskipun berat, namun upaya itu mutlak
harus dilakukan, karena jantung perekonomian kota ada di pelabuhan ini. Upaya dimulai dengan membangun koordinasi bersama dalam pengelolaan pelabuhan secara intensif. Semangat ini semakin mengkristal seiring dengan upaya pemerintah kota menjadikan Tanjung Balai sebagai kota jasa.
Hal ini disadari, mengingat sumber daya alam yang ada tidak dapat diandalkan secara terusmenerus.
Kecenderungan pembangunan selama sembilan tahun terakhir (1993-2001)
memperlihatkan pertumbuhan sektor tersier atau ekonomi jasa bertumbuh positif.
Pertumbuhannya meninggalkan sektor primer maupun sekunder yang justru menurun, meskipun tidak begitu signifi-kan. Tahun 1993, jasa menyumbang 41,6 persen terhadap total kegiatan
ekonomi kota. Tahun 2001 sumbangannya sudah menjadi 46,5 persen.
Tanjung Balai sebagai kota jasa mulai dilirik para investor. Di bidang pariwisata, misalnya, hotel berbintang akan segera dibangun di situ. Akomodasi ini diperlukan untuk menarik wisatawan yang akan menikmati keindahan alam di berbagai daerah di Sumatera Utara. Karena Tanjung Balai tidak memiliki obyek wisata yang dapat diandalkan, maka menjadikan Tanjung Balai sebagai tempat transit adalah alternatif pilihan. Untuk itulah pembangunan hotel menjadi penting. (Sumber : Harian Kompas)
Komentar
Posting Komentar