Tangkahan Cap Go Can Tanjungbalai

Boom, Tangkahan Tigo Sen dan Cap Go Can 

Boom Tanjungbalai

Pada masa lampau ada beberapa tangkahan tempat naik turunnya penumpang menggunakan moda transportasi sungai dan laut dari dan ke Tanjungbalai selain Pelabuhan (Boom) yang terletak di Jalan Asahan Tanjungbalai di tepian Sungai Asahan. Pada masa kolonial Belanda sampai akhir tahun 80an pelabuhan ini masih berfungsi sebagai pelabuhan laut antar pulau yang kebanyakan dari Tanjungbalai ke daerah daerah di pesisir Riau (untuk pelabuhan internasional digunakan Pelabuhan Laut Teluk Nibung), ekspor impor melalui pelabuhan ini terutama ke Tanah Semenanjung.

Gambar : Gedung Syahbandar Tandjoengbalei masa kolonial saat air pasang (terletak di depan Boom Tanjungbalai)

Boom Tanjungbalai itu adalah tempat bersandarnya kapal kapal kayu berukuran sedang. Setelah terjadinya pendangkalan terus menerus terhadap Sungai Asahan dan belum pula direspon oleh pemerintah pusat selaku pemilik kewenangan tentang sungai maka lambat laun kapal kapal berukuran sedang tidak dapat lagi sandar di pelabuhan itu. Para pemilik kapalpun mengalihkan pelabuhannya ke Pelabuhan Laut Teluk Nibung. Mati surilah Boom Tanjungbalai. Setelah keadaannya seperti itu barulah ada pekerjaan pengorekan sedimentasi Sungai Asahan. Hasil korekannya dijadikan pantai reklamasi Water Front Tanjungbalai dan beberapa pulau reklamasi baru di sekitar Pulau Buaya di tengah perairan Teluk Nibung. Praktis matilah Pelabuhan Tanjungbalai dimana segala aktifitas kepelabuhanan pemerintah seperti kesyahbandaran, kepabeanan, keimigrasian, keekspedisian, kepengamanan laut pantai, dll ditiadakan disana. Semua dipindahkan ke Pelabuhan Teluk Nibung. 
 Gambar : Boom Tandjoengbalei masa kolonial

Boom itu kini tinggal kenangan sekarang berubah hanya menjadi tempat tangkahan kapal speed penyeberangan Tanjungbalai-Sei. Berombang P.P dan Tanjungbalai-Panipahan P.P saja itupun tidak setiap hari ada. Dampak dari itu semua mengakibatkan geliat ekonomi kota kecil turut meredup. Buruh bongkar muat, buruh beca dan buruh angkut, pedagang keliling dan warung juga karyawan jasa pengiriman barang turut terkena imbasnya.

Sementara itu perairan disitu berubah menjadi tempat parkir (berlabuh) kapal kapal ikan milik para pengusaha turunan di kota ini bila belum melaut. Tak jarang kapal kapal ikan ini menutupi hampir seluruh permukaan Sungai Asahan disitu sehingga menghalangi dan mengganggu para pengguna lainnya. Disamping itu membuat pendangkalan Sungai Asahan semakin menjadi jadi karena tertahannya lumpur, sampah maupun kiambang (enceng gondok) yang terbawa air disitu.

Tangkahan Tigo Sen

Ini adalah penyebutan atas sebuah tangkahan tempat naik turunnya penumpang menggunakan moda transportasi air di Tanjungbalai sejak masa kolonial Belanda dahulu. Terletak di antara Boom Tanjungbalai dengan ujung tanjung (pertemuan Sungai Silau dan Sungai Asahan).

Gambar : Tangkahan Tigo Sen Tandjoengbalei masa kolonial Belanda 


Disebut Tangkahan Tigo Sen karena pada masa dahulu itu ongkos sampan kotak (sampan tambang khas Tanjungbalai) untuk penyeberangan 1 orang Tanjungbalai - Pangkalan Tembok (Patembo) atau sebaliknya di seberang Tanjungbalai tarifnya sebesar 3 sen.

Setelah dibangunnya jembatan Tabayang (Tanjungbalai Sei Kepayang) usaha sampan tambang "sampan kotak" inipun praktis ditinggalkan. Sebagian memang masih bertahan mengharapkan penumpang dari seberang berbelanja ke Tanjungbalai. Mereka biasanya masih menggunakan moda ini karena langsung sampai ke pasar (pajak) yang tak jauh dari tangkahan itu. Lagipula barang bawaan ataupun belanjaannya walaupun banyak akan lebih mudah diangkut disamping lebih murah dibanding bila menggunakan beca motor. Sebagian lagi mengalihkan jasa sampan kotaknya membawa penumpang yang ingin berwisata air di Sungai Asahan ataupun disewa para pemancing. Jelasnya usaha ini sekarang bagaikan mati segan hidup tak mau.

Tangkahan Cap Go Can

Dari dahulunya sampai sekarang tangkahan ini digunakan penumpang untuk penyeberangan dari Tanjungbalai ke Sungai Nangka atau sebaliknya menggunakan moda sampan kotak. Inilah tangkahan yang bertahan dari masa Kampoeng Tandjoeng sampai Tanjungbalai kini.

Gambar : Tangkahan Cap Go Can sekarang 

Letaknya persis di ujung tanjung di tepian pertemuan Sungai Silau dan Sungai Asahan. Pada masa lampau dari sinilah masuknya para pendatang ke bandar ramai ini. Oleh pemerintah  kolonial Belanda pada masa itu di bangunlah di sana pasar (pajak kawat dan pajak ikan) berdampingan dengan tangkahan itu untuk memudahkan orang orang yang akan berbelanja kebutuhannya. Pada masa itu belum siap jembatan Sungai Silau apalagi jembatan Sungai Asahan. Masyarakat di seberang Kampoeng Tandjoeng baik di seberang Sungai Silau maupun Sungai Asahan (dari Patembo, Sei. Nangka, Sei. Kepayang, Sei. Londir, Teluk Nibung, Bagan Asahan, Kapias, dan lain lain sekitarnya) datang berbelanja atau hal lainnya menggunakan perahu. Semakin hari semakin ramai lalu kemudian muncullah usaha sampan tambang yang menggunakan sampan kotak (sejenis perahu tradisional China yang buritannya melebar, mempunyai ujung di dua sisi buritannya serta dilengkapi kap (atap) pelindung dari panas atau hujan.

Awalnya tangkahan ini dibangun oleh seorang pengusaha sampan tambang dibantu masyarakat. Ia seorang pendatang keturunan Tionghoa. Awalnya dari idenyalah muncul usaha sampan tambang model sampan kotak itu sebagai moda transportasi masyarakat berbayar pertama di Kampoeng Tandjoeng kala itu. Karena ia maju dan berhasil lalu diikuti pula oleh beberapa orang penduduk lainnya. Tangkahan yang dibangunnya itu mempunyai 15 anak tangga sampai ke dasar apabila air surut. Dalam bahasa Tionghoa disebut Cap Go Can artinya lima belas anak tangga. (Drs. Harunsyah Arsyad, M.AP).

Komentar

  1. Pada waktu kapan pelabuhan teluk Nibung dipakai sebagai pelabuhan internasional ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEGENDA PULAU SI KANTAN

SUNGAI BEROMBANG DARI MASA KE MASA

LEGENDA GUA "LIANG NAMUAP" DI SIBUHUAN SOSA