Doa Untuk Garuda Muda
RASA KEBANGSAAN INDONESIA YANG BANGKIT
DARI PERJUANGAN GARUDA MUDA
Konsep Negara dilihat dari Islam
Dalam Surat Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ} [الحجرات: 13]
Artinya: “Wahai manusia sesungguhnya Kami
telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha
Tahu lagi Maha Mengenal”.
Kalimat kunci yang digunakan untuk menjustifikasi
keabsahan model negara bangsa dalam surat Al-hujurat ayat 13
iniadalah “وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ” yang diterjemahkan menjadi “dan
telah kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku”. Dari
penggalan ayat ini kita dapat memahami bahwa keberadaan syu’uub dan qabaa’il
benar-benar merupakan suatu bentuk klasifikasi alami bagi umat manusia
yang terwujud karena iradah kauniyyah Allah Ta’ala. Namun kita jangan
tergesa-gesa untuk menyimpulkan bahwa model negara bangsa juga
merupakan keniscayaan alamiah bagi umat manusia dengan bersandar pada ayat ini.
Sebelum sampai ke sana, kita harus memahami dahulu makna kata syu’uub dan
qabaa’il di sinisehingga kita dapat menentukan apakah keduanya itu
dapat disetarakan dengan model negara bangsa yang kita kenal
saat ini ataukah tidak.
Perkembangan Nasionalisme di Indonesia
Sebagai upaya menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” untuk menyebut negara kita ini. Dimana selanjutnya istilah Indonesia dipandang sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. Kata yang mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia mulai digunakan sejak :- J.R. Logan menggunakan istilah Indonesia untuk menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya pada tahun 1850.
- Earl G. Windsor dalam tulisannya di media milik J.R. Logan tahun 1850 menyebut penduduk nusantara dengan Indonesia.
- Serta tokoh-tokoh yang mempopulerkan istilah Indonesia di dunia internasional.
- Istilah Indonesia dijadikan pula nama organisasi mahasiswa di negara Belanda yang awalnya bernama Indische Vereninging menjadi Perhimpunan Indonesia.
- Nama majalah Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka
- Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang di luar wilayah Indonesia.
- Kata Indonesia dikukuhkan kembali dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Kekuatan Doa
Kami tidak akan membahas mengenai etika berdoa, karena dalam setiap agama
tentunya sudah diajarkan mengenai tata cara dan etika berdoa, kami yakin para
pembaca sudah lebih memahaminya. Tujuan kami menulis jauh dari maksud menggurui,
semata hanya ingin berbagi pengalaman. Dengan kata lain, apa yang kami
sampaikan juga pernah kami lakukan dan rasakan. Tujuan kami menulis adalah
untuk berbagi kepada sesama, barangkali dapat memberi sedikit manfaat untuk
para pembaca yang budiman. Dengan menggunakan akal budi dan hati nurani
(nur/cahaya dalam hati) yang penuh keterbatasan kami berusaha mencermati,
mengevaluasi dan kemudian menarik benang merah, berupa nilai-nilai
(hikmah) dari setiap kejadian dan pengalaman dalam doa-doa kami.
Berkaitan dengan Waktu dan tempat yang dianggap mustajab untuk berdoa,
kiranya setiap orang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang berbeda-beda.
Kedua faktor itu berpengaruh pula terhadap kemantapan hati dan tekad dalam
mengajukan permemohonan kepada Tuhan YME. Namun bagi saya pribadi semua tempat
dan waktu adalah baik untuk melakukan doa. Pun banyak juga orang meyakini bahw
doanya akan dikabulkan Tuhan, walaupun doanya bersifat verbal atau sebatas
ucapan lisan saja. Hal ini sebagai konsekuensi, bahwa dalam berdoa hendaknya
kita selalu berfikir positif (prasangka baik) pada Tuhan. Kami tetap menghargai
pendapat demikian.
SULITNYA MENILAI KESUKSESAN DOA
Banyak orang merasa doanya tidak/belum terkabulkan. Tetapi banyak pula yang
merasa bahwa Tuhan telah mengabulkan doa-doa tetapi dalam kadar yang masih
minim, masih jauh dari target yang diharapkan. Itu hanya kata perasaan, belum
tentu akurat melihat kenyataan sesunggunya. Memang sulit sekali mengukur
prosentase antara doa yang dikabulkan dengan yang tidak dikabulkan. Hal itu
disebabkan oleh beberapa faktor berikut ;
- Kita sering tidak mencermati, bahkan lupa, bahwa anugrah yang kita rasakan hari ini, minggu ini, bulan ini, adalah merupakan “jawaban” Tuhan atas doa yang kita panjatkan sepuluh atau dua puluh Tahun yang lalu. Apabila sempat terlintas fikiran atau kesadaran seperti itu, pun kita masih meragukan kebenarannya. Karena keragu-raguan yang ada di hati kita, akan memunculah asumsi bahwa hanya sedikit doa ku yang dikabulkan Tuhan.
- Doa yang kita pinta pada Tuhan Yang Mahatunggal tentu menurut ukuran kita adalah baik dan ideal, akan tetapi apa yang baik dan ideal menurut kita, belum tentu baik dalam perspektif Tuhan. Tanpa kita sadari bisa saja Tuhan mengganti permohonan dan harapan kita dalam bentuk yang lainnya, tentu saja yang paling baik untuk kita. Tuhan Sang Pengelola Waktu, mungkin akan mengabulkan doa kita pada waktu yang tepat pula. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran kita akan bahasa dan kehendak Tuhan (rumus/kodrat alam), membuat kita menyimpulkan bahwa doa ku tidak dikabulkan Tuhan.
- Prinsip kebaikan meliputi dua sifat atau dimensi, universal dan spesifik. Kebaikan universal, akan berlaku untuk semua orang atau makhluk. Kebaikan misalnya keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, dan ketentraman hidup. Sebaliknya, kebaikan yang bersifat spesifik artinya, baik bagi orang lain, belum tentu baik untuk diri kita sendiri. Atau, baik untuk diri kita belum tentu baik untuk orang lain. Kebaikan spesifik meliputi pula dimensi waktu, misalnya tidak baik untuk saat ini, tetapi baik untuk masa yang akan datang. Memang sulit sekali untuk memastikan semua itu. Tetapi paling tidak dalam berdoa, kemungkinan-kemungkinan yang bersifat positif tersebut perlu kita sadari dan terapkan dalam benak. Kita butuh kearifan sikap, kecermatan batin, kesabaran, dan ketabahan dalam berdoa. Jika tidak kita sadari kemungkinan-kemungkinan itu, pada gilirannya akan memunculkan karakter buruk dalam berdoa, yakni; sok tahu. Misalnya berdoa mohon berjodoh dengan si A, mohon diberi rejeki banyak, berdoa supaya rumah yang ditaksirnya dapat jatuh ke tangannya. Jujur saja, kita belum tentu benar dalam memilih doa dan berharap-harap akan sesuatu. Kebaikan spesifik yang kita harapkan belum tentu menjadi berkah buat kita. Maka kehendak Tuhan untuk melindungi dan menyelamatkan kita, justru dengan cara tidak mengabulkan doa kita. Akan tetapi, kita sering tidak mengerti bahasa Tuhan, lantas berburuk sangka, dan tergesa menyimpulkan bahwa doaku tidak dikabulkan Tuhan.
Tidak gampang memahami apa “kehendak” Tuhan. Diperlukan kearifan sikap dan
ketajaman batin untuk memahaminya. Jangan pesimis dulu, sebab siapapun yang mau
mengasah ketajaman batin, ia akan memahami apa dan bagaimana “bahasa” Tuhan.
Dalam khasanah spiritual Jawa disebut “bisa nggayuh kawicaksanane Gusti”.
HAKEKAT DIBALIK KEKUATAN DOA
Agar doa menjadi mustajab (tijab/makbul/kuat)
dapat kita lakukan suatu kiat tertentu. Penting untuk memahami bahwa doa
sesungguhnya bukan saja sekedar permohonan (verbal). Lebih dari itu, doa
adalah usaha yang nyata netepi rumus/kodrat/hukum Tuhan
sebagaimana tanda-tandanya tampak pula pada gejala kosmos. Permohonan kepada
Tuhan dapat ditempuh dengan lisan. Tetapi PALING PENTING adalah doa butuh
penggabungan antara dimensi batiniah dan lahiriah (laten dan manifesto)
metafisik dan fisik. Doa akan menjadi mustajab dan kuat bilamana doa kita
berada pada aras hukum atau kodrat Tuhan;
- Dalam berdoa seyogyanya menggabungkan 4 unsur dalam diri kita; meliputi; hati, pikiran, ucapan, tindakan. Dikatakan bahwa Tuhan berjanji akan mengabulkan setiap doa makhlukNya? tetapi mengapa orang sering merasa ada saja doa yang tidak terkabul ? Kita tidak perlu berprasangka buruk kepada Tuhan. Bila terjadi kegagalan dalam mewujudkan harapan, berarti ada yang salah dengan diri kita sendiri. Misalnya kita berdoa mohon kesehatan. Hati kita berniat agar jasmani-rohani selalu sehat. Doa juga diikrarkan terucap melalui lisan kita. Pikiran kita juga sudah memikirkan bagaimana caranya hidup yang sehat. Tetapi tindakan kita tidak sinkron, justru makan jerohan, makanan berkolesterol, dan makan secara berlebihan. Hal ini merupakan contoh doa yang tidak kompak dan tidak konsisten. Doa yang kuat dan mustajab harus konsisten dan kompak melibatkan empat unsur di atas. Yakni antara hati (niat), ucapan (statment), pikiran (planning), dan tindakan (action) jangan sampai terjadi kontradiktori. Sebab kekuatan doa yang paling ideal adalah doa yang diikuti dengan PERBUATAN (usaha) secara konkrit.
- Untuk hasil akhir, pasrahkan semuanya kepada “kehendak” Tuhan, tetapi ingat usaha mewujudkan doa merupakan tugas manusia. Berdoa harus dilakukan dengan kesadaran yang penuh, bahwa manusia bertugas mengoptimalkan prosedur dan usaha, soal hasil atau targetnya sesuai harapan atau tidak, biarkan itu menjadi kebijaksanaan dan kewenangan Tuhan. Dengan kata lain, tugas kita adalah berusaha maksimal, keputusan terakhir tetap ada di tangan Tuhan. Saat ini orang sering keliru mengkonsep doa. Asal sudah berdoa, lalu semuanya dipasrahkan kepada Tuhan. Bahkan cenderung berdoa hanya sebatas lisan saja. Selanjutnya doa dan harapan secara mutlak dipasrahkan pada Tuhan. Hal ini merupakan kesalahan besar dalam memahami doa karena terjebak oleh sikap fatalistis. Sikap fatalis menyebabkan kemalasan, perilaku tidak masuk akal dan mudah putus asa. Ujung-ujungnya Tuhan akan dikambinghitamkan, dengan menganggap bahwa kegagalan doanya memang sudah menjadi NASIB yang digariskan Tuhan. Lebih salah kaprah, bilamana dengan gegabah menganggap kegagalannya sebagai bentuk cobaan dari Tuhan (bagi orang yang beriman). Sebab kepasrahan itu artinya pasrah akan penentuan kualitas dan kuantitas hasil akhir. Yang namanya ikhtiar atau usaha tetap menjadi tugas dan tanggungjawab manusia.
- Berdoa jangan menuruti harapan dan keinginan diri sendiri, sebaliknya berdoa itu pada dasarnya menetapkan perilaku dan perbuatan kita ke dalam rumus (kodrat) Tuhan. Kesulitannya adalah mengetahui apakah doa atau harapan kita itu baik atau tidak untuk kita. Misalnya walaupun kita menganggap doa yang kita pintakan adalah baik. Namun kenyataannya kita juga tidak tahu persis, apakah kelak permintaan kita jika terlaksana akan membawa kebaikan atau sebaliknya membuat kita celaka.
- Berdoa secara spesifik dan detil dapat mengandung resiko. Misalnya doa agar supaya tender proyek jatuh ke tangan kita, atau berdoa agar kita terpilih menjadi Bupati. Padahal jika kita bener-bener menjadi Bupati tahun ini, di dalam struktur pemerintahan terdapat orang-orang berbahaya yang akan “menjebak” kita melakukan korupsi. Apa jadinya jika permohonan kita terwujud. Maka dalam berdoa sebaiknya menurut kehendak Tuhan, atau dalam terminologi Jawa “berdoa sesuai kodrat alam” atau hukum alamiah. Caranya, di dalam doa hanya memohon yang terbaik untuk diri kita. Sebagai contoh; ya Tuhan, andai saja proyek itu memberi kebaikan kepada diriku, keluargaku, dan orang-orang disekitarku, maka perkenankan proyek itu kepadaku, namun apabila tidak membawa berkah untuk ku, jauhkanlah. Dengan berdoa seperti itu, kita serahkan jalan cerita kehidupan ini kepada Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana.
- Doa yang ideal dan etis adalah doa yang tidak menyetir/mendikte Tuhan, doa yang tidak menuruti kemauan diri sendiri, doa yang pasrah kepada Sang Maha Pengatur. Niscaya Tuhan akan meletakkan diri kita pada rumus dan kodrat yang terbaik…untuk masing-masing orang ! Sayangnya, kita sering lupa bahwa doa kita adalah doa sok tahu, pasti baik buat kita, dan doa yang telah menyetir atau mendikte kehendak Tuhan. Dengan pola berdoa seperti ini, doa hanya akan menjadi nafsu belaka, yakni nuruti rahsaning karep.
DOA MERUPAKAN PROYEKSI PERBUATAN KITA, AMAL KEBAIKAN KITA PADA SESAMA MENJADI DOA TAK TERUCAP YANG MUSTAJAB.
Kalimat sederhana ini merupakan kata kunci
memahami misteri kekuatan doa; doa adalah seumpama cermin !!
Doa kita akan terkabul atau tidak tergantung dari amal kebaikan yang
pernah kita lakukan terhadap sesama. Dengan kata lain terkabul atau gagalnya
doa-doa kita merupakan cerminan akan amal kebaikan yang pernah kita lakukan
pada orang lain. Jika kita secara sadar atau tidak sering mencelakai orang lain
maka doa mohon keselamatan akan sia-sia. Sebaliknya, orang yang selalu menolong
dan membantu sesama, kebaikannya sudah menjadi “doa” sepanjang waktu, hidupnya
selalu mendapat kemudahan dan mendapat keselamatan. Kita gemar dan ikhlas
mendermakan harta kita untuk membantu orang-orang yang memang tepat untuk
dibantu. Selanjutnya cermati apa yang akan terjadi pada diri kita, rejeki
seperti tidak ada habisnya! Semakin banyak beramal, akan semakin banyak pula
rejeki kita. Bahkan sebelum kita mengucap doa, Tuhan sudah memenuhi apa-apa
yang kita harapkan. Itulah pertanda, bahwa perbuatan dan amal kebaikan kita
pada sesama, akan menjadi doa yang tak terucap, tetapi sungguh yang mustajab.
Ibarat sakti tanpa kesaktian. Kita berbuat baik pada orang lain, sesungguhnya
perbuatan itu seperti doa untuk kita sendiri.
Dalam tradisi spiritual Jawa terdapat suatu rumus misalnya :
1. Siapa gemar membantu dan menolong orang lain, maka ia akan selalu
mendapatkan kemudahan.
2. Siapa yang memiliki sikap welas asih pada sesama, maka ia akan disayang
sesama pula.
3. Siapa suka mencelakai sesama, maka hidupnya akan celaka.
4. Siapa suka meremehkan sesama maka ia akan diremehkan banyak orang.
5. Siapa gemar mencaci dan mengolok orang lain, maka ia akan menjadi orang
hina.
6. Siapa yang gemar menyalahkan orang lain, sesungguhnya ialah orang lemah.
7. Siapa menanam “pohon” kebaikan maka ia akan menuai buah kebaikan itu.
Semua itu merupakan contoh kecil, bahwa perbuatan yang kita lakukan
merupakan doa untuk kita sendiri. Doa ibarat cermin, yang akan menampakkan
gambaran asli atas apa yang kita lakukan. Sering kita saksikan orang-orang yang
memiliki kekuatan dalam berdoa, dan kekuatan itu terletak pada
konsistensi dalam perbuatannya. Selain itu, kekuatan doa ada pada ketulusan
kita sendiri. Sekali lagi ketulusan ini berkaitan erat dengan sikap netral
dalam doa, artinya kita tidak menyetir atau mendikte Tuhan.
Berikut ini merupakan “rumus” agar supaya kita lebih
cermat dalam mengevaluasi diri kita sendiri;
- Jangan pernah berharap-harap kita menerima (anugrah), apabila kita enggan dalam memberi.
- Jangan pernah berharap-harap akan selamat, apabila kita sering membuat orang lain celaka.
- Jangan pernah berharap-harap mendapat limpahan harta, apabila kita kurang peduli terhadap sesama.
- Jangan pernah berharap-harap mendapat keuntungan besar, apabila kita selalu menghitung untung rugi dalam bersedekah.
- Jangan pernah berharap-harap meraih hidup mulia, apabila kita gemar menghina sesama.
Lima “rumus” di atas hanya sebagian contoh. Silahkan para pembaca yang
budiman mengidentifikasi sendiri rumus-rumus selanjutnya, yang tentunya tiada
terbatas jumlahnya.
Resume
Doa akan memiliki kekuatan (mustajab), asalkan kita mampu memadukan empat
unsur di atas yakni : hati, ucapan, pikiran, dan perbuatan nyata. Dengan syarat
perbuatan kita tidak bertentangan dengan isi doa. Di lain sisi amal
kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan menjadi doa mustajab sepanjang
waktu, hanya jika, kita melakukannya dengan ketulusan.
Setingkat dengan ketulusan kita di pagi hari saat “membuang ampas makanan” tak
berarti.
JIKA INGIN DIBERI, MEMBERILAH TERLEBIH DAHULU
Dahulu saya pernah mengalami kebanyakan asa, lalu
giat sekali berdoa bermacam-macam hal. Siang-malam berdoa isinya permohonan apa
saja yang diinginkan. Waktu berdoa pun hanya pada waktu tertentu yang
dianggap tijab. Tetapi saya masih merasakan kehampaan dalam hidup. Bahkan
dirasakan realitas yang terjadi justru semakin menjauh dari harapan seperti
yang terucap dalam setiap doa. Lama-kelamaan muncul kesadaran ada yang tidak
beres dalam prinsip pemahaman saya ini.
Kesadaran diri muncul lagi manakala merasa sangat kurang
dalam melakukan amal kebaikan terhadap sesama. Kami berfikir, betapa buruknya
tabiat ini, yang selalu banyak meminta-minta, tetapi sedikit “memberi”. Coba
mengingat apa saja kebaikan yang pernah kami lakukan pada sesama,
Parah…sepertinya kok nggak ada… atau kami yang sudah lupa. Namun yang teringat
justru keburukan dan kesalahan yang pernah kami lakukan pada teman, keluarga,
orang tua, dan pada orang lain. Kami menjadi resah sendiri, merasa dalam
kehidupan ini kami tidak bermanfaat samasekali untuk orang banyak, sementara
kami nggak tahu malu dengan selalu meminta-minta terus Hyang Widhi. Egois,
maunya enaknya sendiri. Berharap-harap memperoleh pemenuhan hak-hak sebagai
manusia ciptaan Tuhan, tetapi enggan memenuhi kewajiban untuk beramal baik pada
sesama.
Hingga pada suatu saat kami mendapatkan pelajaran hidup
yang sangat berarti, paling tidak menurut diri kami sendiri. Sejak itu,
terjadilah perubahan paradigma dalam memandang dan memahami rumus Tuhan. Doa
(harapan) adalah perbuatan konkrit. Sejak saat itu, dengan sekuat tenaga setiap
saat ada kesempatan kami melakukan sesuatu yang kira-kira ada manfaat untuk
orang lain. Dimulai dari hal-hal sepele, sampai yang tidak sepele. Dasar
pemikiran kami adalah kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang telah menerima
sekian puluh atau ratus anugrah dalam setiap detiknya. Namun kenyataannya
manusia tiada rasa “malu” setiap saat selalu meminta pada Tuhan. Lantas
kapan bersukurnya ? Jika berdoa memohon sesuatu, kami lebih banyak melakukannya
untuk mendoakan teman, kerabat, keluarga. Sedangkan untuk diri sendiri,
tiada yang pantas dilakukan selain lebih banyak mensyukuri nikmat dan anugrah
Tuhan.
Banyak mengucapkan syukur di bibir saja tidak cukup. Kami
harus lebih pandai mensyukuri nikmat dan anugrah Tuhan. Rasa bersyukur serta
doa-doa melebur dan mewujud ke dalam satu perbuatan. Rasa sukur
termanifestasikan kedalam perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang.
Demikian pula cara berdoa tidak sekedar terucap melalui mulut, namun lebih
penting adalah mewujud dalam perbuatan nyata.
Cara kami berdoa seperti itu mungkin terasa “aneh
dan nyleneh” bagi beliau-beliau yang telah berilmu tinggi dan menguasai
ajaran agama secara teksbook. Akan tetapi prinsip dan cara-cara itulah yang
kami pribadi rasa paling pas. Maklum saya ini orang bodoh yang masih belajar ke
sana-kemari. Tetapi paling tidak, kami secara pribadi telah membuktikan manfaat
dan hasilnya. Mohon maaf apabila banyak kata dan ucapan yang kurang
berkenan, saya menyadari sebagai orang yang masih bodoh banyak kekurangan,
tetapi memaksa diri untuk menulis.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengadakan pelepasan Timnas Indonesia U-23 di Kantor PSSI, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/13)
PSSI mengadakan doa bersama anak yatim piatu sebagai bagian rangkaian
seremoni pelepasan skuad U-23 yang akan berlaga di SEA Games 2013 Myanmar,
11-22 Desember 2013.
"Hari ini kita akan melepas pemain U-23 tanggal 5 jam 5 (pagi WIB).
Mudah-mudahan ini jadi angka yang keramat dan membawa keberhasilan buat
kita," kata sekretaris jenderal PSSI, Joko Driono di kantor PSSI, Selasa
(3/12/13).
"Timnas U-23, sesuai target BTN (Badan Tim Nasional), diharuskan
mendapatkan emas. Kita berharap dengan doa anak yatim perjuangan mereka di SEA
Games Myanmar berhasil dan dimudahkan sehingga bisa bawa pulang emas dari
Myanmar," ia menambahkan.
Timnas Indonesia U-23, diwakili asisten pelatih Aji Santoso, berharap
segenap rakyat Indonesia memberikan doa dan dukungan kepada Andik Vermansyah
dkk. "Mudah-mudahan mendapatkan target emas yang dibebankan,"
katanya.
Indonesia berada di Grup B bersama tuan rumah Myanmar, Thailand, Kamboja dan
Timor Leste.
Komentar
Posting Komentar