Ragam Kepercayaan Dunia
MENGENAL TINGKAH POLAH PERJALANAN MENUJU TUHAN DI HIMALAYA
Di pegunugan himalaya,
terdapat ashrama-ashrama dan kemah sederhana para yogi, sadhu dan orang
suci. Masyarakatnya di dominasi oleh kaum petani kecil dengan kehidupan
yang sangat sederhana dan umumnya mereka sangat spiritualis. Para
wisatawan, pendaki gunung dan peziarah dengan mudah kita temui setiap
harinya terutama di sekitar jalur utama berliku dan terjal yang masih
bisa di lewati oleh kendaraan umum.
Pegunungan Himalaya yang dipenuhi oleh para Yogi,
Sadhu, Rahib, dan orang-orang suci dari berbagai perguruan dan agama
ternyata juga dipenuhi oleh banyak penipu spiritual. Para penipu ini
berpenampilan tidak ubahnya seperti halnya orang suci, atau yogi dan
mengais rezeki dengan cara menerima santunan dari para peziarah dan
tidak segan-segan melakukan tipu muslihat tertentu agar
mendapatkan keuntungan material. Tentunya jika kita adalah spiritualis
sejati, kita akan dapat membedakan para penipu ini dengan para sadhu
suci dengan merasakan ‘getaran spiritualnya’.
Kebalikan dari pada penipu tersebut, ada orang suci yang biasa dipanggil “Pagala Baba”
atau orang suci sinting. Pagala Baba tidak memiliki tempat tinggal atau
ashram. Satu-satunya harta miliknya hanyalah pakaian yang melekat di
badannya. Tingkah Pagala Baba tidak ubahnya seperti orang gila.
Kadang-kadang dia berlari kesana-kemari sepanjang sungai Gangga,
kadang-kadang memanjat pohon dan bernyanyi dan di saat lain mengejar dan
mempermainkan orang yang lewat. Namun sejatinya dia bukanlah orang
gila, tetapi dia benar-benar luar biasa dalam Yoga Mistik. Tujuan dia
bertingkah seperti itu agar orang-orang tidak mengganggunya dengan
berbagai permintaan berkat ini dan itu dari para pelancong dan peziarah.
Ada
lagi Yogi yang menggimbal rambutnya yang sangat panjang dan menggunakan
rambut tersebut sebagai jubah penutup badannya yang disebut “Jatadhari
Baba”. Jatadhari Baba biasanya sangat jarang berbicara dan tinggal dalam
sebuah pondok yang sangat sederhana. Jika ada orang yang datang
mempersembahkan makanan dan meminta berkat darinya, biasanya dia akan
mngambil satu helai rambutnya, memberikannya kepada orang bersangkutan
dan berkata dengan halus; “pekerjaanmu akan terlaksana”.
Di
sebuah gubuk kecil yang serambinya hanya setinggi setengah meter
mungkin kita akan menemukan seorang petapa yang hanya mengenakan pakaian
dari karung goni, atau dalam bahasa setempat disebut “tat”, sehingga
petapa ini sering dipanggil sebagai “Tat Baba”.
Mungkin kita akan bertemu dengan monyet yang
menarik-narik baju kita dan menuntun kita ke suatu tempat dengan
berbagai bahasa isyaratnya. Monyet tersebut akan menggiring kita ke
sebuah pohon dan menunjuk-nunjuk ke arah atas. Jika di atas pohon
tersebut terdapat rumah pohon dan menemukan petapa duduk di sana, maka
itu adalah “Vrksha Vasi Baba”, yaitu orang suci yang tinggal di atas
pohon dalam usahanya melakukan penebusan dosa. Sang peziarah yang
melemparkan buah atau makanan ke orang suci tersebut akan membagikan
kembali makanan yang diberikan setelah di berkati untuk peziarah, monyet
yang menuntun peziarah tersebut dan bagian lainnya barulah dia makan
sendiri.
“Ekahari Baba” adalah orang suci yang hanya makan
satu kali saja setiap hari dan hanya memakan satu jenis buah-buahan
setiap makan. Menurutnya, pikiran kita hanya didesain untuk berpikir
satu hal setiap satu satuan waktu, kaki kita hanya bisa berjalan satu
arah saja dan demikian juga pencernaan kita akan lebih optimal jika
hanya mengkonsumsi satu jenis makanan saja setiap kali makan. Dia
mengatakan bahwa mahluk lain selain manusia pada dasarnya hanya memakan
satu jenis makanan saja setiap harinya dan mereka tetp sehat dan bugar,
hanya manusialah yang mengatasnamakan perkembangan selera mencampur
berbagai jenis makanan sekaligus. Hal itu mempengaruhi sistem pencernaan
dan mengundang berbagai penyakit. Jadi menurutnya, rahasia hidup sehat
dan bahagia adalah dengan makan satu macam makanan saja setiap kalinya,
cukup istirahat dan Yoga. Penjelasannya ini memang terbukti dari
penampilannya sendiri yang kelihatan bugar dan kekar walaupun umurnya
sudah tidak muda lagi.
Kelompok
petapa yang selalu sibuk dalam meditasi, tidak mengenakan pakaian
sehelaipun dan sering kali melumuri badan mereka dengan abu disebut
sebagai “Naga Baba”. Orang-orang sering kali berkunjung ke pertapaan
mereka dan meminta berkat berupa vibhuti (abu suci).
Di lain tempat mungkin kita akan menyaksikan para
praktisi yoga yang dengan asyiknya tidur di atas papan berisi paku
tajam, berdiri dengan satu kaki, masuk ke dalam kobaran api dan berbagai
jenis kegiatan yang memperlihatkan kekebalan tubuh mereka. Mereka ini
adalah para pengikut “Hatta Yoga”.
Ada
lagi seorang suci yang bertingkah ganjil yang biasanya tidak mengenakan
pakaian di daerah Gangotri. Beliau adalah Ramananda Avadhuta. Dia
memiliki sebuah kotak kayu dalam gubuknya yang sangat sederhana. Di
siang hari, biasanya dia duduk di atas kotak kayu tersebut dengan
beralaskan selimut yang dilipat dalam empat lipatan. Namun di malam hari
dia akan masuk ke dalam kotak dan tidur di dalam kotak tersebut. Dia
akan keluar dari kotak pada pagi hari disaat seorang anak datang padanya
dan membukakan kotak tersebut. Dia hanya meminum satu gelas susu setiap
hari untuk menghidupi badannya. Jika ada orang datang meminta berkat
kepadanya maka dia akan selalu menjawab dengan menggerakkan tangannya
yang artinya; “Tuhan ada untuk menjaga, Bergantunglah pada-Nya”.
Disamping
itu terdapat banyak ashram-ashram yang tidak bisa dijangkau oleh para
peziarah biasa karena ashrama-ashrama tersebut diselimuti oleh Yoga
Siddha yang sangat luar biasa. Hanya orang-orang yang memiliki
spiritualitas tinggi saja yang mampu mencapi tempat tersebut. Salah
seorang Babaji yang dipercaya telah berumur 2000 tahun namun
perawakannya masih tetap seperti remaja 20 tahun juga tinggal di ashram
yang seperti ini di Himalaya. Beliau adalah seorang Siddha Yoga yang
sampai saat ini masih tetap mengajarkan tenaga dalam pada murid-muridnya
di seluruh dunia secara batin. Vyasa Deva, Maha Rsi pengkodifiksi Veda
juga diyakini masih tinggal di sebuah ashram yang tersembunyi seperti
ini.
Disamping para babaji yang sibuk dengan sadhana
mereka, di sekitar pegunungan Himalaya juga terdapat banyak kuil-kuil
dan tempat-tempat suci yang memiliki sejarah menarik dalam penurunan dan
penyebaran ajaran Veda. Ashram-ashram penting tempat berlangsungnya
proses belajar mengajar filsafat Veda juga banyak bertebaran disana.
Salah satunya adalah Ashram Parmanrthniketan di Rsikesha dan Ashram
Swami Shardananda yang memiliki koleksi Catur Veda, Purana dan Upanisad
yang sangat lengkap. Para anggota ashram juga terbiasa melakukan debat
filsafat (shastrarth) di antara mereka setiap hari sabtu. Mungkin dengan
adanya ashram-ashram seperti inilah ajaran Veda masih tetap eksis dan
terjaga autentikasinya meskipun India
sempat dikuasai imperial Muslim dari abab ke 11 sampai abad ke 19 dan
sangat banyak bangunan-bangunan suci bersejarah dan pustaka-pustaka Veda
dihancurkan, serta banyak para sadhu dan sarjana Veda dibunuh, namun
ajaran Veda masih tetap eksis.
Penduduk India yang berhasil di konversi menjadi
Muslim selama sembilan abad penjajahan tersebut tidak lebih dari 10%.
Demikian juga pada masa penjajahan Inggris, yang ditunggangi oleh para
kaum misionaris berusaha keras memusnahkan Hindu dan mengajarkan agama
Kristen dengan cara yang lebih “elegan” dibandingkan penjajah Muslim
sebelumnya. Para Indologis ini berusaha menyebarkan idiologi mereka
dengan melakukan berbagai bhakti sosial, penelitian dan penerjemahan
kitab-kitab suci Veda dalam bahasa Inggris yang tentunya semua usaha ini
diarahkan untuk kepentingan konversi. Namun sampai pada akhir
penjajahan, mereka hanya berhasil mengkonversi tidak lebih dari 1%
penganut Veda.
Komentar
Posting Komentar